Membaca dan Menulis Ibarat Memasak
Membaca dan Menulis Ibarat Memasak
Saya
selalu teringat wejangan dari Prof. Ngainun Naim, ‘ketika ada ide,
langsung ikat melalui tulisan. Entah kapan melanjutkan dan mengambangkan ide
tersebut yang penting ikat dulu. Sebab, jika ide tidak diikat dalam tulisan,
dia akan kabur dan hilang’, ini yang pertama. Kedua, ‘membaca itu ibarat
ngemil. Dinikmati sedikit demi sedikit namun pasti akan habis’. Wejangan atau
nasihat itu selalu terlintas di pikiran saya. Memang membuat pengembangan
tulisan dari sebuah ide itu tidak mudah. Namun, ketika menulis itu tidak
dilakukan, ya akan hilang begitu saja skill menulisnya. Ditambah dengan malas
membaca, sudah tulisan itu nanti pasti kurang enak disantap. Jika boleh saya
ibaratkan menulis itu adalah proses memasak, sedangkan membaca adalah cara kita
meracik bumbu masakan.
Sebuah tulisan
yang renyah dan enak dibaca tidak bisa terlepas dari seberapa banyak buku
bacaan yang sudah dibaca dan seberapa lama kebiasaan menulisnya dilakukan.
Seorang chef yang sudah berpengalaman tentu hasil masakannya akan terasa enak
dimakan. Tidak perlu chef di restoran mahal, pasti kita pernah menemukan
pedagang pinggiran yang warungnya hanya kecil ala kadarnya, namun rasa masakannya
sangat enak hingga membuat ketagihan untuk terus datang membeli masakannya.
Sudah barang tentu pedagang itu menggeluti usaha berjualannya selama waktu
tahunan yang lama. Bagaimana prosesnya meracik bumbu, memasukkannya ke dalam
wajan, memadukan rasa manis, asam, asin sampai menjadi rasa gurih. Ini semua
tidak bisa dilakukan hanya dengan ‘mak bedunduk’ bisa, namun ada
prosesnya.
Kita
harus membiasakan diri untuk ‘ngemil’ atau membaca. Dengan banyak membaca,
kita akan lebih banyak tahu. Dengan banyak membaca, kita akan lebih banyak mendapatkan
‘bahan dapur’ atau kosakata yang kemudian siap untuk diracik menjadi ‘bumbu’ (kalimat)
yang sedap untuk dimasak dan disantap. Kita juga harus banyak menulis. Dengan
begitu, kita akan mampu menyajikan tulisan yang renyah, sedap dan enak disantap.
Meskipun
menulis dan membaca itu berat dan perlu dorongan kuat dari dalam diri, namun
percayalah bahwa itu bukan suatu ‘hil yang mustahal’. Kita hanya perlu
membiasakan diri untuk ngemil atau membaca. Kita hanya perlu membiasakan diri untuk
selalu mencatat, entah apapun itu kegiatannya. Bisa kegiatan harian maupun
suatu hal yang penting lainnya. Memang menulis dan membaca itu berat, tapi
tetap bisa dilakukan kok. Sebagai penutup dan pengingat diri, saya sering
mengunjungi website spirit-literasi.id untuk memacu kembali semangat berliterasi.
Bengkalis, 6 Januari 2024
Komentar
Posting Komentar