HUKUM DAGANG (Kepailitan)
MAKALAH
KEPAILITAN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu
Tugas Mata Kuliah
HUKUM DAGANG
Dosen Pengampu :
Muhammad Hasib, S.H.I., M.H.
![]() |
Disusun Oleh :
1.
MUHAMAD AJI PURWANTO (2822133012)
2.
YETTY IMRO’ATUS SHOLIKAH (2822133023)
JURUSAN HUKUM KELUARGA V (HK)
FAKULTAS SYARI’AH DAN ILMU HUKUM (FASIH)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
nikmat serta
hidayah–Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas “Hukum Dagang“.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari zaman
kegelapan menuju zaman yang terang benderang, yakni agama Islam.
Dengan terselesaikannya makalah ini tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada:
1. Dr.
Maftukhin, M.Ag selaku Rektor
IAIN Tulungagung
2. Bapak Muhammad Hasib, S.H.I., M.H. yang telah membimbing kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
3. Teman
– teman yang telah rela membantu dalam pembuatan makalah ini.
Tidak
ada satu pun
yang sempurna dimuka bumi ini, begitu pula dengan makalah ini. Untuk itu kritik
dan saran demi penyempurnaanya sangat kami harapkan dan terima dengan lapang
dada.
Tulungagung, 9 September 2015
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pada masa sekarang
ini banyak terjadi pembangunan usaha mulai dari usaha kecil menengah, bahkan
besar. Yang tentunya di dalam awal membentuk dan menjalanka sebuah usaha ini
membutuhkan banyak sekali modal (financial). Perencanaan usaha merupakan kunci
untuk menjalankan dan mengembangkan usaha tersebut agar bisa berjalan dengan
lancar dan tidak mengalami kepailitan atau yang dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan bankrupt.
Kepailitan perusahaan merupakan sebuah fenomena yang sangat
ditakuti, baik dari pihak pemilik perusahaan atau manajemennya. Karena dengan
kepailitan perusahaan, berarti perusahaan tersebut telah gagal dalam berbisnis
atau setidaknya telah gagal dalam membayar hutang (hutang-hutangnya). Kepailitan tidak hanya dapat terjadi
karena perencanaan yang kurang baik atau matang, tetapi ada factor ekstern yang
bisa mempengaruhi perusahaan untuk pailit, yaitu adalah tentang krisis ekonomi,
yang sekarang ini menjadi topic sorotan pada media masa.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari pailit (kepailitan) ?
2. Apa syarat-syarat perusahaan atau badan
usaha bisa dikatan pailit ?
3. Siapa saja yang bisa dinyatakan pailit ?
4. Bagaimana prosedur dari kepailitan ?
5. Apa akibat yuridis dari pernyataan pailit ?
6. Bagaimana berakhirnya pailit ?
7. Bagaimana prosedur pengurusan hukum dalam
pailit ?
C.
TUJUAN
1.
Memberikan pengertian tentang pailit
(kepailitan)
2.
Menjelaskan syarat-syarat dari pailit
3.
Menjelaskan siapa saja yang bisa dikatakan
pailit
4.
Memberikan gambaran prosedur dari kepailitan
5.
Menjelaskan akibat yuridis dari pernyataan
pailit
6.
Menjelaskan berakhirnya pailit
7.
Memberikan gambaran hukum di dalam pengurusan
pailit
A.
KEPAILITAN
1.
Arti Kepailitan
Arti kepailitan ialah segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa
pailit. Pailit adalah keadaan berhenti membayar (utang-utangnya) yang telah jatuh tempo.[1] Suatu
perusahaan bisa dikatakan pailit (bangkrut) jika perusahaan tersebut tidak
sanggup atau tidak mampu membayar
hutang-hutangnya. Dengan dimikian, yang dimaksud dengan kepailitan adalah
sitaan yang dijatuhkan (dibebankan) oleh pengadilan khusus, dengan permohonan
khusus, atas seluruh aset debitur yang mempunyai lebih dari 1 hutang, yang
dalam hal ini debitur berhenti untuk membayar hutang-hutangnya, sehingga
debitur segera membayar hutang-hutangnya.[2]
2.
Syarat-syarat Pernyataan Pailit
Debitur hanya bisa dikatakan pailit apabila telah diputuskan oleh
pengadilan khusus yang dalam hal ini adalah Pengadilan Niaga, adapun
syarat-syarat yuridis yang harus dipenuhi sebagai berikut :
a.
Keadaan berhenti membayar, yakni bila seorang debitor tidak mampu
atau tidak mau membayar utangnya.
b.
Harus ada lebih dari seorang kreditor, dimana salah seorang dari
mereka piutangnya sudah dapat ditagih atau jatuh tempo.
c.
Siapa yang mengajukan kepailitan seorang. Yang dapat mengajukan
kepailitan seseorang ialah :
1)
Debitor sendiri , karena merasa sudah tidak mampu membayar
utang-utangnya
2)
Seorang atau beberapa orang kreditor
3)
Jaksa atas dasar kepentingan umum, misalnya kewajiban-kewajibannya
terlebih dahulu.[3]
4)
Bank Indonesia, jika debiturnya adalah bank.
5)
Bapepam, jika debiturnya adalah perusahaan efek, bursa
efek lembaga kriling dan penjaminan, dan lembaga penjaminan dan penyelesaian.
6)
Menteri Keuangan, jika debiturnya adalah perusahaan asuransi,
perusahaan reasuransi, dana pension, atau badan usaha milik Negara yang
bergerak di bidang kepentingan publik.[4]
3.
Siapa yang Dinyatakan Pailit
Pihak yang tergolong dalam debitur atau yang dinyatakan pailit, sebagai berikut:
a.
Tiap orang, apakah ia menjalankan perusahaan atau tidak.
b.
Badan-badan hukum misalnya PT, PN, PD, Koperasi, firma dan yang berstatus badan-badan
hukum lainnya.[5]
c.
Harta warisan dari seseorang yang meninggal dunia dapat dinyatakan
pailit apabila orang yang meninggal dunia tersebut semasa hidupnya berada dalam
keadaan berhenti membayar utangnya, atau pada saat meninggal dunia, harta
warisannya tidak mencukupi untuk membayar hutangnya.
d.
Setiap wanita bersuami (isteri)
yang dengan tenaga sendiri melakukan pekerjaan tetap atau perusahaan, atau
mempunyai kekayaan sendiri.[6]
4.
Prosedur Kepailitan
Prosedur beracara untuk kepailitan adalah
di pengadilan khusus, yaitu di Pengadilan Niaga dengan tata cara dan prosedur
yang khusus pula.
Kekhususan dari hukum acara kepailitan
adalah sebagai berikut :
a.
Di tingkat pertama, hanya pengadilan khusus yang
berwenang, yaitu pengadilan Niaga.
b.
Adanya hakim-hakim khusus di Pengadilan Niaga.
c.
Jangka waktu berperkara yang singkat dan jelas.
d.
Prosedur berperkara yang simple dan jelas.
e.
Tidak mengenal upaya banding, tetapi langsung kasasi
dan peninjaunan kembali ke Mahkamah Agung.
f.
Adanya badan-badan khusus yang hanya berhak mengajukan
permohonan pailit untuk perusahaan tertentu.
g.
Adanya lembaga hakim pengawas, panitia kreditur
(optional) dan curator.
h.
Prinsip “Presumsi mengetahui” (presumption of
knowledge) dan asas pembuktian terbalik terhadap pengalihan debitur dalam
hal-hal tertentu (dalam hal terjadinya action pauliana).
i.
Penangguhan hak eksekusi (stay) dari pemegang hak
jaminan.
j.
Prinsip verplichte procurer stelling (para pihak wajib
diwakili oleh advokat).[7]
5.
Akibat Pernyataan Kepailitan
Kepailitan seseorang harus ditetapkan
melalui putusan hakim (Pasal 1 ayat (1) dan pasal 4 ayat (3) PK). Pada saat
putusan hakim diucapkan maka:
a.
Seluruh harta kekayaan si pailit jatuh dalam keadaan penyitaan umum
yang bersifat konservator.
b.
Si pailit kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai harta
kekayaannya sendiri.
c.
Harta kekayaan si pailit diurus dan dikuasai oleh Balai Harta
peninggalan (BHP) untuk kepentingan para kreditor.
d.
Dalam putusan hakim tersebut ditunjukkan seorang hakim komisaris
yang bertugas untuk memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya kepailitan itu.
6.
Balai Harta Peninggalan
Yang bertindak sebagai penampung dalam kepailitan adalah Balai
Harta Peninggalan (BHP). Tugas Balai Harta Peninggalan ialah melakukan
pengurusan dan pemberesan harta-harta pailit, dibawah pengawasan hakim
komisaris. Tugas-tugas tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Mengumumkan putusan hakim tentang pernyataan pailit dalam berita
negara dan dalam surat-surat kabar yang sudah disetujui hakim komisaris.
b.
Menyita untuk disimpan barang-barang perhiasan, efek-efek,
surat-surat berharga, serta uang dan menyegel harta benda si pailit.
c.
Menyusun inventaris harta pailit.
d.
Menyusun daftar utang dan piutang harta pailit.
e.
BHP berkuasa untuk meneruskan berjalannya perusahaan si pailit atas
izin hakim komistaris.
f.
BHP berwenang untuk membuka semua surat dan kawat yang dialamatkan
kepada si pailit.
g.
Semua gugatan kepada si pailit harus diajukan kepada Balai Harta
Peninggalan.
h.
Balai Harta Peninggalan berwenang menjual barang-barang bilamana
dianggap perlu.
i.
BHP berwenang untuk memberikan sejumlah uang nafkah bagi si pailit
dan keluarganya dengan izin hakim
komisaris.
j.
Balai Harta Peninggalan berwenang untuk membuat suatu akor (accoord)
atau penyelesaian perkara kepailitan sesudah mendapat nasihat dari panitia
kreditor dan persetujuan hakim komisaris.
7.
Pemberesan Harta Pailit
a.
Keadaan Insolvensi
Bila tidak ada akor atau ada akor tetapi ditolak, baik oleh rapat
verifikasi hakim pemutus kepailitan, maupun oleh hakim banding, maka harta
pailit itu harus dijual lelang dimuka umum, dan hasilnya dibagi-bagikan kepada
para kreditor konkuren sesuai dengan maksud Pasal 1132 KUH per.Keadaan
insolvensi itu datang dengan sendirinya, bilamana:
1)
Tidak ada akor
2)
Ada akor, tetapi tidak disetujui oleh rapat verifikasi, tetapi
tidak mendapat homologasi dari hakim pemutus kepailitan
3)
Ada akor yang sudah disetujui oleh rapat verifikasi, tetapi tidak
mendapat homologis dari hakim pemutus kepailitan
4)
Ada akor yang sudah dihomologis, tetapi ditolak oleh hakim banding
(pasal 168 PK).[8]
Tindakan-tindakan Balai Harta Peninggalan sesudah adanya keadaan
insolvensi. Bila keadaan insovensi sudah
ada, maka:
1)
BHP mulai menjual lelang seluruh harta pailit dan menagih semua
piutang si pailit (pasal 170 ayat (1) PK).
2)
Penjualan harta pailit dapat dilaksanakan dibawah tangan, asal ada
persetujuan dari hakim komisaris (Pasal 171 ayat (1) PK).
3)
Perusahaan si pailit dapat diteruskan atas persetujuan hakim
komisaris.
4)
BHP membuat daftar pembagian (Pasal 175 PK), yang berisi:
a.
Jumlah uang yang diterima dan yang dikeluarkan
b.
Nama-nama kreditor dan jumlah tagihannya yang telah disahkan
c. Pembayaran-pembayaran
yang akan dilakukan terhadap tagihan-tagihan itu.
b.
Cara Pembagian
Hasil pelanggaran harta pailit, ditambah dengan hasil penangihan
piutang si pailit, dikurangi dengan biaya kepailitan dan utang harta pailit,
merupakan harta yang dapat dibagi-bagikan kepada kreditor-kreditor yang
berkepentingan. Pembagian harta pailit tersebut diatur dengan urutan sebagai
berikut (Pasal 175 ayat (2) PK).
1)
Kreditor-kreditor yang mempunyai hak istimewa, yang harus dibayar
lunas.
2)
Kreditor-kreditor yang piutangnya dijamin dengan hipetok atau
gadai, yang pembayaran piutangnya belum lunas dan untuk sisanya
kreditor-ktreditor tersebut mendaftarkandiri sebagai kreditor konkuren (Pasal
58 ayat (2) PK).
3)
Kreditor-kreditor konkuren yang pembagiannya sesuai dengan imbangan
jumlah piutangnya.
B.
PENUNDAAN KEAWJIBAN PEMBAYARAN HUTANG
1.
Pengertian Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang
Penundaan kewajiban pembayaran hutang (PKPU) didalam bahasa inggris
disebut dengan Surseance of Payment, atau dalam bahasa Belanda Suceance Van Betailing
yang dimaksud dengan penundaan kewajiban pembayaran hutang (PKPU) ini adalah
suatu periode waktu tertentu yang diberikan oleh undang – undang melalui
putusan pengadilan niaga dimana dalam periode waktu tersebut kepada kreditur
dan debitur diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran
hutangnya dengan memberikan rencana pembayaran (Composition Plan) terhadap
seluruh atau sebagian
hutangnya itu, termasuk apabila perlu merestrukturisasi hutangnya. Dengan dimikian,
penundaan kewajiban pembayaran
hutang (PKPU) merupakan semacam moratorium, dalam hal ini legal moratorium.
Orang yang diangkat mengurus harta debitur (PKPU) adalah pihak yang
disebut dengan pengurus (adminitrator). Tugas pengurus dalam proses (PKPU)
mirip dengan tugas kurator (Received) dalam proses kepailitan. Bahkan
syarat-syarat untuk menjadi pengurus sama dengan syarat-syarat untuk menjadi
kurator.
2.
Prosedur Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang (PKPU)
Pihak yang berinisiatif untuk mengajukan PKPU adalah pihak debitur
itu sendiri. Secara strategis, PKPU dimohonkan oleh debitur dengan
maksud-maksud sebgai berikut :
a.
Ingin Agar Hutangnya Direstrukturisasi
Adakalanya suatu PKPU dimohonkan oleh debitur dengan maksud agar
dilakukan suatu proses restrukturisasi hutang, yang diawasi oleh pengadilan.
Hal ini ada 2 manfaat restrurisasai hutang lewat PKPU ini yaitu sebagi berikut
:
1.
Bermanfaat bagi kreditur
karena pelaksanaannya diawasi oleh pengadilan.
2.
Bermanfaat bagi debitur karena persetujuan kepada restruturisasi
hutang tidak memerlukan persetujuan semua
kreditur tetapi cukup persetujuan sebagian besar dari kreditur yang hadir dalam
rapat kreditur.
b.
Sebagai Upaya Melawan Kepailitan
Adakalanya juga sebenarnya permohonan PKPU oleh debitur terpaksa
dilakukan oleh debitur dengan tujuan untuk melawan permohonan pailit yang telah
diajukan oleh para krediturnya jika diajukan PKPU padahal permohonan pailit
telah dilakukan maka hakim harus mengabulkan PKPU, dalam hal ini PKPU sementara
untuk jangka waktu paling lama 45 hari, sementara gugatan pailit gugur demi
hukum.
3.
Perbedaan Antara Pailit
Dengan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang (PKPU)
Banyak perbedaan antara lembaga kepailitan
dengan lembaga perbendaan kewajiban pembayaran hutang (PKPU). Diantara
perbedaannya yang terpenting adalah sebagai berikut :
a.
Kewenangan debitur
b.
Jangka waktu penyelesaian
c.
Fungsi perdamaian
d.
Antara pengurus penundaan kewajiban pembayaran hutang
(PKPU) dengan kurator.
e.
Perbedaan
pihak yang mengajukan permohonan pailit dengan penundaan kewajiban pembayaran
hutang (PKPU).
f.
Jangka waktu penangguhan eksekusi jaminan hutang.[9]
C.
LIQUIDASI PERUSAHAAN
Yang dimaksud dengan liquidasi perusahaan adalah suatu tindakan
untuk membubarkan, menutup dan menghentikan semua kegiatan dari suatu
perusahaan dan membereskannya serta membagi-bagikan aktiva tersebut kepada
pihak kreditur dan pemegang saham.
Elemen-elemen
hukum dari liquidasi perushaan :
1.
Penutupan atau penghentian bisnis perusahaan
2.
Pemberesan perusahaan (menjual
dan membagi aset)
3.
Pembubaran (termasuk pelaporan, pendaftaran dan pengumuman tentang
pembubaran).
Sebab-sebab
liquidasi :
1.
Sewaktu-waktu karena kehendak dari rapat umum pemegang saham
(dengan Kuorom dan voting supermajority).
2.
Jangka waktu berdiri perusahaan sudah berakhir dan tidak
diperpanjang.
3.
Berdasarkan penetapan pengadilan.
4.
Sebagai akibat merger atau konsolidasi perusahaan (yang memerlukan
liquidasi).
Akibat
hukum dari adanya liquidasi perusahaan :
1.
Perusahaan tidak bisa berbisnis lagi.
2.
Perusahaan dapat melaksanakan kegiatan tertentu sejauh yang
menyangkut dengan pemberesan kekayaannya.
3.
Dibelakang nama perusahaan dibubuhkan kata : dalam liquidasi.
4.
Pengakatan liquidator.
5.
Kewajiban membereskan hak dan kewajiban perusahaan.
BAB IV
PENUTUP
Arti
kepailitan ialah segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa pailit.
Pailit adalah keadaan berhenti membayar (utang-utangnya) yang telah jatuh tempo.
Syarat-syarat
Pernyataan Pailit
Adalah keadaan
berhenti membayar, harus ada lebih
dari seorang kreditor yang salah satu hutangnya (debitur) sudah jatuh tempo. Siapa yang mengajukan kepailitan seorang. Yang dapat mengajukan
kepailitan seseorang ialah : Debitor sendiri, seorang atau beberapa orang
kreditor, jaksa atas dasar kepentingan umum, Bank Indonesia, Bapepam, bursa
efek lembaga kriling dan penjaminan, dan lembaga penjaminan dan penyelesaian. Menteri Keuangan, jika debiturnya adalah
perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pension, atau badan usaha
milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik.
Pihak yang tergolong dalam debitur atau yang dinyatakan pailit adalah tiap orang, apakah ia menjalankan perusahaan atau tidak, badan-badan
hukum, harta
warisan dari seseorang yang meninggal dunia dapat dinyatakan pailit apabila
orang yang meninggal dunia tersebut semasa hidupnya berada dalam keadaan
berhenti membayar utangnya, atau pada saat meninggal dunia, harta warisannya
tidak mencukupi untuk membayar hutangnya, setiap
wanita bersuami (isteri) yang dengan
tenaga sendiri melakukan pekerjaan tetap atau perusahaan, atau mempunyai
kekayaan sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Kansil, C.S.T. 2013. Pokok-pokok
Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia.
Jakarta: Sinar Grafik
Fuady, Munir. 2005. Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern
di Era Global. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Asyhadie, Zaeni. 2008. Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia.
Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada
[1] C.S.T. Kansil, Pokok-pokok pengetahuan hukum dagang Indonesia, (Jakarta:Sinar
Grafik,2013) hal 174-175
[2] Munir Fuady, Pengantar
Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung:PT. Citra Aditya
Bakti, 2005), hal. 75
[4] Munir Fuady, Pengantar
Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 76
[5] C.S.T. Kansil, Pokok-pokok pengetahuan hukum dagang Indonesia, (Jakarta:Sinar
Grafik,2013) hal 174-175
[6] Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis
Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2008), hal. 230
[7] Munir Fuady, Pengantar Hukum
Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 77
[8] C.S.T. Kansil, Pokok-pokok pengetahuan hukum dagang Indonesia, (Jakarta:Sinar
Grafik,2013) hal 174-175
[9] Munir Fuady, Pengantar Hukum
Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 82-84
[10] Munir Fuady, Pengantar Hukum
Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 87-88
Komentar
Posting Komentar