SEPEDA TURANGGA, SOEHARTO DAN BUDAYA BERSEPEDA DULU HINGGA SEKARANG
Jadi, kalian yang sekarang lagi menikmati tren bersepeda, mau mengikuti tren saja atau mau ikutan kaum londo? Atau mau bikin pabrik sepeda seperti “Turangga”?
Tidak asing lagi akhir-akhir ini
melihat banyak pemandangan orang-orang yang bersepeda, sampai tidak bisa
dihitung lagi pakai jari ! Kalaupun bisa dihitung pakai jari, itu pun harus
pinjam jari orang lain atau teman sebelah. Coba pinjam jarinya sampean sini
! Pesepeda sekarang ini kalau dilihat di jalan raya, sudah seperti abang-abang
Grab dan GoJek, kesana-kemari melihat mereka berlalulalang.
Memang, beberapa bulan ini bersepeda
menjadi tren baru bagi masyarakat Indonesia. Bukan hanya kota besar
seperti Jakarta, Jogjakarta, Solo dan lainnya, tapi di kota saya pun juga,
Tulungagung. Mungkin, bisa jadi alasan bersepeda sekarang menjadi tren disebabkan
karena sedang lengangnya jalan karena pembatasan social berskala besar, lalu
ada lagi karena banyak yang bingung mencari kegiatan olahraga hingga akhirnya
dipilih bersepeda sama seperti lainnya. Mainstream!
Sepeda sebagai Hobi
Di daerah Tulungagung, khususnya Plosokandang,
beberapa bulan lalu tepat sebelum memasuki tahun 2020 (bilang saja akhir
tahun 2019, mas bro!) banyak anak muda sekitar sini membuat (custom)
sepeda mini menjadi minitrek. Berawal dari sebuah komunitas pemuda
pecinta sepeda, mempunyai inisiatif untuk membuat rangka sepeda mini yang tidak
terpakai, hanya tergeletak begitu saja bersama rongsokan lainnya, di-custom dan
dimunculkan lagi ke publik. Custom sepeda mini menjadi minitrek tetap
mempertahankan bentuk aslinya, tidak berubah. Hanya saja, yang awalnya
menggunakan gir tetap kini ditambah variasi dengan gir operan. Jadi,
bisa dibuat ngebut gitu, balapan.
“Sekarang yang sedang hobi bersepeda
ini beda dengan orang dulu, beda dengan kita.” Celethuk Agus tiba-tiba kepada saya saat jaga malam.
“Kenapa, mas?” Sahutku.
“Sekarang itu, yang pada hobi
bersepeda hanya mengikuti tren, tidak seperti mereka yang memang pada dasarnya
benar-benar hobi dengan sepeda. Lihat saja, mampu bertahan berapa lama tren
seperti ini?! Kalau anak-anak, memang dari dulu sudah hobi dengan sepeda, hanya
bedanya mereka hobi dengan sepeda balap dulunya.”
Jika dilihat dan dipikir, benar juga
apa yang dikatakan Agus. Orang sekarang mungkin bersepeda hanya karena
mengikuti tren saja, bukan
benar-benar hobi. Pemuda di daerah saya memang dari dulu hobi dengan sepeda,
hingga munculah ide untuk meng-custom sepeda mini menjadi minitrek. Ini
yang dinamakan hobi. Cinta dari dalam yang menolak untuk punah, bertahan agar
tetap lestari. Begitu lo, mas bro!
Sepeda sebagai Pembeda Status Sosial
Kalian tahu dan pasti pernah dengar
dengan sebutan “sepeda Turangga”. Nanti kita bahas, yaa. Sabar! Menilik
sejarah sepeda di Indonesia, dulu sepeda merupakan sebuah barang mewah. Mereka
yang memiliki sepeda hanya
kaum-kaum londo, kaum pribumi tidak punya. Saking mahalnya harga
sepeda pada saat itu, setara dengan 1 ons (28,35 gram) emas atau sekarang
kurang lebih 19 juta. Bayangkan ! Sudah dapat Honda Beat kalau buat beli motor.
Maka, wajar saja saat itu sepeda hanya dimiliki oleh kaum londo.
Sepeda masuk ke Hindia Belanda pada
1910-an. Sepeda pada awalnya digunakan oleh pegawai kolonial dan para
bangsawan, hingga selanjutnya juga digunakan oleh misionaris dan saudagar kaya.
Dikutip dari Historia.id “Budaya Sepeda Orang Indonesia”
Kepemilikan sepeda pada zaman ini
yang hanya dimiliki oleh segelintir elit (kaum londo) menjadikan barang
ini sebagai barang mewah, sebagai simbol status dan pembeda kelas. Bahkan
digunakan sebagai alat untuk menindas pribumi. Nda asyik! Iya kan? Kalian
pasti setuju, nda asyik!
Kalau sepeda dengan harga 19 juta
hanya digunakan untuk menindas kaum pribumi, kenapa tidak dibelikan Honda Beat
saja. Kan enak tuh, bisa digunakan berkeliling kota di sore hari sambil
menikmati mentari sore hari. Jadinya anak indie, bukan kaum londo lagi.
Hehee..
Turangga dan Soeharto
Pada 1974, Presiden Soeharto
meresmikan pabrik milik Induk Koperasi Pegawai Negeri (IKPN), yaitu pabrik
sepeda. Pabrik ini didirikan tujuannya adalah untuk memenuhi alat pengangkutan
sederhana di masyarakat. Sepeda hasil produksi dari pabrik tersebut oleh
Soeharto diberi nama “Turangga”.
“Sepeda
itu akan memenuhi kebutuhan rakyat kecil, termasuk pegawai negeri golongan
rendah di daerah-daerah, sepeda itu sangat berguna,” tulis Anhar Gonggong dalam
R.P.
Soeroso: Dokumen-dokumen Terbatas tentang Dirinya. (dikutip
dari Historia.id “Soeharto. Astra, dan Sepeda Federal). Namun sayang,
Turangga sebagai sepeda produk nasional hanya mampu bertahan selama enam tahun.
Perusahaan merugi dan mengakibatkannya harus gulung tikar. Sayang
sekali!
Pak, andaikan perusahaan sepeda ini
masih berjaya sampai sekarang ini, kira-kira kita kok bisa ekspor ke luar
negeri. Biar nda kalah saing gitu dengan negara lain. Ya, ini
semua hanya andaikan saja.. Jadi, kalian yang sekarang lagi menikmati tren bersepeda,
mau mengikuti tren saja atau mau ikutan kaum londo? Atau mau
bikin pabrik sepeda seperti “Turangga”? Ya, tentunya kalau bikin pabrik
sepeda jangan hanya sampai enam tahun saja, kalau bisa terus berjaya!
Muhamad
Ajip,
Tulungagung,
27 Syawal 1441 H – 20 Juni 2020
Apik Mas. Saya suka bersepeda. Tapi olahraga rutin saya adalah joging
BalasHapusKita sama, Pak. Semoga lain waktu bisa bersepeda bersama. Mungkin itu juga dibutuhkan sembari mengisi waktu lain disamping berliterasi. Menurut saya, pun juga bersepeda bisa digunakan untuk mencari inspirasi.
HapusApik Mas. Saya suka bersepeda. Tapi olahraga rutin saya adalah joging
BalasHapusMantap sekali, terasa tersinggung saya haha, yg ingin bersepeda lagi karena emang lagi trennya.
BalasHapusMungkin begini yang dirasakan para penulis? Selain tulisannya bertujuan untuk menohok pembaca, juga harus siap diri ketika dikritik dan dikomentari. Hehihehi..
HapusAku ingin membaca
Namun belum ada bukunya
Jadi, kini waktunya kita untuk menuliskannya.
Mantap mas ... saya juga hobi bersepeda .. dulunya .. he
BalasHapusWaah.. hobi juga sekaligus olahraga. Sekali gayung, dua tiga pulau terlampaui. Mantab, lanjutkan. 👍
HapusBoleh apa aja
BalasHapusIyah, apa saja boleh.
HapusBersepeda ngikuti trend monggo, pokok tetap ikuti aturan pas di jalan. Jalan nya jangan dipenuhi. Kasian, tetangga saya jatuh dari motor karena ban motornya turun dari aspal jalan. Ya, gara-gara jalannya di penuhi sama pesepeda, sampai patah tulang itu tetangga saya.
BalasHapus