Bingung, Nda Tahu Apa Yang Mau Ditulis [2]
[gambarnya orang bingung]
Duh, apa yang mau ditulis? Bingung.
Ya, menulis memang
membutuhkan ide. Nah, apa yang disebut ide itu berasal dari sebuah inspirasi. Kemunculan
inspirasi sering dipengaruhi oleh suasana sekitar yang tenang, muncul secara
tiba-tiba (seperti penampakan hantu saja muncul secara tiba-tiba), mak
bendhunduk‼!. Saya ambil contoh, ketika malam hari pukul 19.00 WIB anda
sedang mengerjakan sebuah tulisan, isinya mengulas tentang hal A. Setelah
sekian disusun perencanaan, kerangka pembahasan, dan lain sebagainya, namun
berselang beberapa menit macet tulisannya. Atau, ketika disaat anda sedang
menulis tentang sesuatu. Pertama, satu ketikan dua ketikan, paragraph demi
paragraph tersusun, rapi sekali. Kedua, tiba-tiba macet, bingung, apa yang mau
ditulis. Pernah seperti itu? Sering‼! Sudah, tidak usah mengelak, saya tahu kok
anda pernah mengalaminya.
Pukul 20.00 WIB tiba-tiba perut anda
merasa mules ingin segera sampai ke kamar mandi. Setelah sampai, jongkok,
selang beberapa lama inspirasi muncul.
“Oh iya, ketika teori A seperti ini, maka
pembahasannya sekiranya seperti ini (ada sedikit tambahan). Nah, jika sudah
begitu, maka seperti ini. Siip‼!” Ide tiba-tiba muncul.
Benar juga! Asem,
jingin, benar apa yang dikatakan oleh penulis ini. Ada juga contoh yang
seperti ini. Ketika anda sholat, sampai pada bacaan tertentu, “…ghairil
maghdzu bi’alaihim waladzaalliin, Aamiin. (O iya, tadi aku nulis seperti ini, harusnya
tidak seperti itu, harusnya seperti ini, duh!)” Idenya muncul secara
tiba-tiba.
Sudah, tidak perlu
diakui dalam kolom komentar. Cukup anda akui dalam hati. Hehihehi !
Disaat anda berada di kamar mandi atau saat
kondisi mengerjakan sholat, ia muncul. Tidak disangka bukan, idenya muncul begitu
saja dan inspirasinya menghampiri tanpa permisi? Tetapi, pada suatu kondisi,
kita pasti pernah sama sekali tidak tahu apa yang harus ditulis. Ide tidak
muncul, inspirasi tidak kunjung datang, judul tulisan tidak ada apalagi
kerangka pembahasan. Macet cet, sama sekali macet, bingung, apa yang mau
ditulis.
Seperti saya kemarin
hari yang harusnya menuliskan sesuatu sebagai bukti bahwa diri ini konsisten
dalam berliterasi. Setiap hari minggu, pasti ada satu karya hasil tulisan.
Namun, nyatanya kemarin tidak ada satu pun tulisan. Nihil. Bingung, apa yang mau ditulis. Kan nda
asyik? Ke kamar mandi, sudah. Malah mencoba berkonsentrasi, tanpa disambi
nyanyi, konsentrasi banget, nget!. Nda muncul juga idenya. Kebanyakan
orang kalau sudah berada di kamar mandi, pasti ada saja kegiatan konser nyanyi-nyanyinya.
Tidak peduli suaranya bagus atau jelek yang penting nyanyi. Tapi,
saya bukan tipe yang seperti itu. Ide nda muncul, inspirasi nda menghampiri.
Sampai hari berganti
pun, saya masih belum dihampiri inspirasi. Sampai detik tulisan ini saya ketik,
bahkan mungkin nanti saat tulisannya saya publish di blog, bisa jadi idenya
tidak ada, inspirasinya tidak ada. Masih pada kondisi bingung, apa yang mau ditulis?
Nda asyik bats, ah!
Anda semua pasti
pernah pada kondisi seperti ini. Mikirnya “Halah mbuh, nda nulis aku,
bingung. Besok saja”, tiba-tiba hari sudah berganti. Hari berikutnya sudah
tiba, namun tidak kunjung juga ada hasil tulisan. Halah ! Begitulah problem
diri yang sedang berkomitmen untuk berliterasi. Kita sama. Bagi anda yang sudah
membaca tulisan ini, terima kasih. Terima kasih sekali. Karena sejatinya ada
telah membaca tulisan dari hasil bingung, apa yang mau ditulis. Ya ini
hasil tulisan sebab bingung.
Bingung mau menuliskan apa saja yang terlintas di
pikiran. Begitu banyaknya gagasan dan pemikiran, namun kurang dalam aksi,
mengakibatkan malas dalam diri hingga kebingungan melanda sendiri.
Khawatir, “Kira-kira tulisannya bakal dibaca oleh banyak orang nda,
yaa?”. “Bagaimana jika seperti ini … dan seperti ini … ?”. Seringlah
seperti itu ketika hendak mau menulis.
Mulai dari kemarin tentang lagu milik Kekeyi - Keke
Bukan Boneka yang trending di Youtube Indonesia, hingga sepeda “Turangga” yang pernah berjaya melegenda
sampai sekarang. Itu semua menjadi pemikiran-pemikiran yang sering muncul
belakangan ini. Kira-kira mana yang akan aku tulis terlebih dahulu? Yaudah,
dimulai saja dulu.
Kekeyi dengan lagunya “Aku Bukan Bonekamu” menjadi
trending topic di lini media Youtube bahkan instagram yang katanya miliki kaum
glowing namun mengaku “berwajah kentang”. Berwajah kentang, kira begini kalau
ditafsiri, dianggapnya buruk, lebus (orang Jawa
menyebutnya), udik, nda glowing (padahal aslinya tanpa filter
pun sudah glowing). Itu tidak jauh dari kritikan warga net (netizen) yang
berkomentar tentang fisik Kekeyi yang dikata dia jelek, udik, buruk tidak
pantas jadi artis. Sebenarnya itu bukan sebuah kritikan, lebih tepatnya disebut
sebagai hujatan dan perundungan, body shaming. Perbuatan ini
bukan budaya milik kita. Orang Indonesia yang terkenal ramah, sumringah, dan welas
asih, sejatinya tidak begini. Tidak pantas!
Ketika beralih dari instagram ke twitter (bukan
maksud mediskriditkan salah satu), yang katanya oleh anak twitter disebut
sebagai media sosialnya anak receh, sangat berbeda seratus depalan
puluh wolu ewu derajat. Mungkin asalnya disebut twitter sebagai media
sosialnya anak receh karena disini tidak memandang kondisi fisik berdasarkan
skincare, menterengnya turangga yang dimiliki atau wisma-nya
yang dihuni. Lalu, dipandang dari apanya? Dipandang dari pemikirannya. Yang ada
hanya hasil buah pikir yang remeh dan receh (uang koin itu lo, receh!
Bukan gepokan uang kertas berwarna-warni merah biru hijau, namun bukan
kelabu), tapi menghibur. Seperti tweet kang Maman pagi ini. Iyaa..
kang Maman itu lo ! Iyaa, kang Maman yang itu lo.. dikandani ! Kang
Maman yang menjadi notulen di acara ILC (Indonesia Lawyers Club).
Alih-alih mengomentari fisik Kekeyi, kang Maman
memberikan pembacaan dengan sudut pandang yang berbeda. “Keke
Bukan Boneka ditonton 32 juta kali dalam dua pekan sejak diunggah. Hebat ! Iya,
banget. Dibanding saya yang nulis 21 buku dalam 7 tahun, oplagnya nggak sampai
1/10-nya. Angka Berbicara.” Mungkin yang dimaksud “oplah” karena
typo jadi “oplag”. Oplah yaitu jumlah barang cetakan yang
diedarkan. Dua puluh satu buku dalam 7 tahun dan telah diedarkan masih kalah
dengan satu video yang ditonton 32 juta dalam dua pekan sejak diupload. Tidak
ada body shaming maupun hujatan, yang ada adalah apresiasi.
Masih tentang Kekeyi. Beberapa hari lalu ada tweet juga
tentant Keke dari seorang muslimah, tokoh muda yang mempunyai pemikiran kritis
tentang gender, aktif di GusDurian, baru menjadi istri dari penerbit mojok.
Kalis Mardiasih.”Jangan pada ngeledikin kekeyi lu pada. Biasanya ntar
lagunya diputer di emol (mall), di kafe, di indomaret, di seluruh dunia, trus
tau-tau lu apal (kamu hafal) trus tau-tau pas lagi nyetir udah jadi lagu
kebanggaan kita semua pas lagi nunggu lampu merah.” Bukan juga tentang
body shaming, apresiasi yang lakukan oleh Kalis. Dari sini saya percaya,
bahwa “Apa yang kita baca akan membentuk paradigm kita”.
Body shaming tidak dibenarkan oleh agama
manapun. Ketika Abu Dzar
al-Ghiffari berdebat tentang pasukan, lalu menghina fisik Bilal. Abu Dzar marah
dan mengungkapkan kalimat tentang Bilal yang orang berkulit hitam hingga
menyinggung fisik ibundanya. Bilal mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah.
Abu Dzar yang mengetahui kemudian menemui Rasulullah dan memberi salam. Namun,
diriwayatkan bahwa Rasulullah tidak membalas salam tersebut dan langsung
menegur Abu Dzar. “Wahai Abu Dzar, engkau telah merendahkannya dengan
menghina ibunya.” Dan menurut ahli tafsir tentang sikap Rasulullah ini
sebagai bentuk kekecewaan dan kemarahan beliau. Semua ulama sepakat bahwa Nabi
Muhammad SAW sangat tidak suka jika orang menghina fisik orang lain.
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan(mengolok-olok) kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu
lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah
kalian suka saling mencela. Dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung
ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman. Dan
barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang
zalim. QS. Al-Hujaraat (49): 11
Kalau saja Kekeyi merasa dihina dan tercemar nama
baiknya, maka jelas ia bisa melakukan laporan ke pihak yang berwajib atas aduan
tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik. Pasalnya nanti sajalah ya,
ditulisan dalam artikel yang lain. (Tentang tindak pidana penghinaan di
media social bisa cek pasalnya di UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik jo. UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik). Namun, tradisi
dan budaya masyarakat kita (khususnya Jawa) tidak mengajarkan
seperti itu, lebih memilih “Gusti Allah mboten sare (Tuhan tidak
tidur)”, artinya pasti Tuhan akan membalas semua tindakan penghinaan
itu melalui tangan-Nya langsung. Memang inilah sebenarnya budaya kita, sikap
yang dicontohkan Kalis, kang Maman, dan Gusti Allah mboten sare, adalah
benar.
Capek ya ngomongin Kekeyi dan segala bebannya? Sama,
capek juga kalau mikirin orang lain. Lebih baik memikirkan kontribusi diri
sendiri terhadap negeri, apa yang sudah dilakukan untuk Indonesia? Apa yang
sudah dilakukan untuk masyarakat sekitar? Apa yang sudah dilakukan untuk
tetangga yang membutuhkan? Memang, suatu karya itu tidak untuk dilihat dan
dihujat. Namun, karya lahir untuk dinikmati dan diapresiasi. Seperti karya
milik Kekeyi dan tulisan kalian (termasuk saya disini).
Apabila dalam suatu karya masih ada yang kurang,
itu lumrah saja, namanya juga ciptaan manusia, tidak sempurna.
Yang sempurna itu milik Andra the Backbone (Sempurna).
Suatu kalimat berkelebat dipikiran, “Nda papa,
pokoknya menulis saja dulu, urusan nanti ada yang baca atau tidak, yang baca
banyak atau tidak, itu nanti. Itu bonus ketika sudah menghasilkan karya.” Begitu
kiranya kalimat itu menabrak tembok tinggi ketidak percayaan diri dalam
berliterasi. Senada dengan itu, muncul lagi sebuah kalimat, “…pokoknya
apa saja, kapan saja, dimana pun, usahakan untuk membuat catatan. Entah baik
atau buruk, yang terpenting tulis saja dulu idenya. Nanti, pasti bisa
dikembangkan lagi ketika membuka catatan itu (catatan tadi). Tulis saja!” Bagai
pesawat yang dibajak teroris berpikiran radikal dan menabrak
gedung Washington D.C pada 11 September 2001 dulu. Gempar, heboh! Sama, ketika
batin keinginan menulis terhalang tembok tinggi dan kemudian ditabrak motivasi,
seketika batinnya gempar, guncang dan heboh “Aku kudu nulis, saiki
!”. Pokokmen, nulis ! Jadi, kalau bingung mau
menulis. Ya, ditulis saja apa yang ada dipikiran.
Muhamad AjiP,
Tulungagung, 14
Dzulhijjah 1441 H/3 Agustus 2020
Selamat ulang tahun untuk Agus sedunia,
Keren ndan, ntaps👍
BalasHapus