Pelecehan Seksual di Wilayah Kampus, Sudah menjadi Rahasia Umum "ehm.."


Pelecehan seksual di lingkungan kampus sudah menjadi rahasia umum, terutama dosen yang berperilaku kurang etis. Perlakuan tersebut biasanya dilakukan dengan cara menggoda melalui kata-kata bahkan tidak jarang dengan kontak fisik. Kata-kata dengan tendensi seksual tersebut mungkin dimaksudkan hanya untuk bercanda, namun akibatnya pada psikologis dari korban bisa dikatakan tertekan. Pengucapan kalimat yang mencerminkan godaan tidak pantas diucapkan karena akan mempengaruhi psikologi dari korban. Akibat dari perlakuan melalui kata-kata saja menjadikan psikilogi korban tertekan/tidak nyaman, bisa dipastikan bagi korban yang mengalami kontak fisik akan lebih besar efek psikologisnya. Pelecehan seksual tersebut sangat rawan terjadi pada mahasiswa perempuan. Biasanya hal tersebut terjadi ketika jam matakuliah, ujian berlangsung, konsultasi tugas kuliah dan/atau tugas akhir.
Ketika jam matakuliah atau ujian berlangsung biasanya perbuatan tersebut dilakukan saat mahasiswa sibuk dengan mancatat materi yang tersaji di layar proyektor. Semua mahasiswa focus mencatat materi, namun tanpa disadari disitu moment dimana aksi pelecehan sering dilakukan. Misalnya, dengan memandangi bagian tubuh, meniup-niup bagian sensitive, sampai dengan meraba/menyentuh yang seakan perbuatan terakhir ini dilakukan secara tidak sengaja.
Pelecehan tersebut juga bisa dilakukan saat konsultasi tugas kuliah maupun tugas akhir. Tidak bisa disangkal, bahwa perilaku seperti ini umum dilakukan oleh beberapa dosen pembimbing. Kejadian tersebut bisa berlangsung di kantor maupun di rumah pelaku. Dengan beberapa alasan yang terpaksa harus di terima dan diikuti oleh mahasiswa, biasanya pelaku menyuruh berkonsultasi di rumahnya. Beberapa alasan yang sering digunakan adalah dosen sibuk dengan urusan lain yang lebih penting, sehingga membuat mahasiswa harus bertemu di luar jam kerja kantor. Bisa bertemu di tempat makan, restorant maupun rumah dengan alasan konsultasi. Namun, tidak jarang dibalik makna kata “konsultasi” tersebut tersimpan niat lain. Tidak jarang perlakukan melecehkan dengan kontak fisik seperti memegang tangan, paha. Bagian-bagian tersebut yang sering menjadi objek pelecehan, namun pelaku sering beralasan peristiwa tersebut terjadi secara tidak sengaja.
Perlakuan tersebut mau tidak mau harus diterima bagi mahasiswa yang merasa takut untuk lapor, karena merasa membutuhkan dosen tersebut. Sering perilaku tersebut dilakukan dengan ancaman-ancaman, seperti tugas akhir yang molor atau terlambat siding karena konsultasi tidak kunjung mendapatkan acc. Para dosen yang kurang etis ini sering mempersulit mahasiswa untuk berkonsultasi ketika niat atau keinginannya tidak dipenuhi.
Ada media lain yang sering digunakan sebagai sarana pelecehan seksual, yaitu telepon genggam. Kecanggihan teknologi tidak hanya dimanfaatkan untuk kebaikan, namun bagi mereka yang berniat menjadikan teknologi sebagai media kejahatan juga bisa. Melalui pesan singkat, bisa SMS, Whatsapp atau lainnya, sering dijadikan media pelecehan seksual. Pelecehan berupa pesan-pesan godaan dan pesan lain yang membuat korban merasa tidak nyaman, merupakan pelecehan seksual. Pesan berupa pertanyaan alamat tempat tinggal/kost sering menjadi topic. Alasan yang tidak bisa begitu diterima oleh korban antara lain adalah dosen mau apel (istilah silaturahmi bagi kaum yang sedang jatuh cinta), kemudian ada pesan yang berbunyi mengajak pacaran, bahkan menawarkan untuk menjadi istri dan lain sebagainya. Perilaku tersebut sering menimbulkan trauma psikis bagi korban yang merasa tidak nyaman.
Korban yang ada selama ini adalah perempuan. Terutama jika di dalam kampus yang menjadi objek pelecehan seksual adalah mahasiswi. Pelaku bisa berasal dari dosen, teman kuliah, atau pegawai universitas. Banyak pelecehan seksual jenis verbal terjadi di dalam kelas. Namun, dari sekian banyak saksi yang ada hanya menganggap pelecehan tersebut sebagai hal yang wajar. Padahal dibalik hal tersebut terjadi pelecehan seksual yang mengakibatkan psikologi korban menjadi tertekan. Seharusnya pihak universitas harus lebih aktif menaggapi kasus-kasus seperti ini. Namun, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan kadang tidak sesuai dengan harapan korban. Bagaimana proses untuk membuktikan bahwa pelaku telah melakukan pelecehan seksual? Karena di dalam system hukum pembuktian pidana di Indonesia menganut asas pembuktian terbalik,“Barang siapa yang mendalilkan, dia juga yang harus membuktikan”. Bagaimana cara memperbaiki psikologis dari korban yang sudah menanggung malu dan rasa marah, namun hanya mampu menahan tanpa ada hukuman bagi pelaku? Perlu adanya metode baru dalam system pembuktian di Indonesia dalam kasus ini. Sehingga, perlu pembahasan yang terus dan mendalam tentang system hukum di dalamnya.

Komentar

  1. Alhamdulillah, selama kuliah dosenku selalu orang baik-baik.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAGANG (Kepailitan)

Sebuah catatan: Pengabdian di Perbatasan Negeri Jiran

SEPEDA TURANGGA, SOEHARTO DAN BUDAYA BERSEPEDA DULU HINGGA SEKARANG