HIPOTEK



A.    Pengertian Hipotik
Ada 2 hal yang tercantum dalam istilah hipotik kapal laut, yaiut kata hipotek dan kapal laut. Masing masing istilah tersebut memiliki konsepsi yang berbeda antara satu sama lain. Pengertian hipotek dapat dilihat dalam pasal 1162 KUH Perdata. [1]
Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda – benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan bagi suatu perikatan.
Akan tetapi dalam hal ini para sarjana memiliki pandangan yang berbeda dan menganggap bahwa perumusan tentang pengertian hipotik yang dibuat oleh undang – undang kurang lengkap, karenanya merka memiliki perumusan sebagai berikut :
Hipotik adalah hak kebendaan atas benda tetap tertentu milik orang lain, yang secara khusus diperikatkan, untuk memberikan kepada suatu tagihan, hak untuk didahulukan di dalam mengambil pelunasan atas hasil eksekusi barang tersebut
Terlepas dari semua pendapat itu sebagai Negara yang baik kita harus tetap mengacu pada undang – undang yang sudah merumuskan secara sah tentang perumusan pengertian hipotik tersebut.
B.     Lahirnya Hipotik
Untuk menetapkan kapan lahirnya hipotik, ada baiknya kalau kita ceritakan urutan – urutan peristiwa sampai terjadinya pemasangan hipotik dan pendaftarnnya. Dalam prakteknya yang paling banyak menggunakan lembaga hipotik adalah Bank, dalam kaitannya dengan kredit yang telah / akan diberikan. Dengan demikian, umumnya tetapi tidak selalu hipotik berkaitan dengan masalah hutang dan karenanya sebagai contoh dibawah ini, masalah hipotik dikaitkan dengan hutang – piutang. [2]
Tahap pertama, kreditur dan debitur berunding untuk menutup suatu perjanjian kredit ( hutang – piutang ). Kreditur menjanjikan sejumlah uang pinjaman dan debitur menjanjikan jaminan atas hutangnya. Perjanjian untuk menutup perjanjian hutang – piutang tersebut dalam dunia bankan lazim disebut perjanjian kredit, dalam mana disebutkan, bahwa Bank (kreditur) menjanjikan benda jaminan. Dalam perjanjian perbankan sering disebut dengan Perjanjian Membuka Kredit / Akad Kredit. Di dalam perjanjian membuka kredit, bank mensyaratkan, bahwa penerima kredit (debitur) baru dapat menarik kredit untuk pertama kalinya setelah dipenuhi syarat – syarat seperti pengikatan atau penguasaan benda jaminan sebagaimana ditentukan oleh Bank telah selesai dilaksanakan.[3]
Perjanjian tersebut dapat dibuat secara dibawah tangan atau otentik. Tidak ada syarat bentuk tertentu. Dengan demikian, dengan ditandatanganinya perjanjian membuka kredit belum berarti telah ada hutang pada debitur. Karenanya, ada yang mengatakan, bahwa perjanjian membuka kredit sebagai perjanjian yang bersifat konsensuil obligatoir faru merupakan suatu pactum de contrahendo terhadap perjanjian hutang – piutang.
Namun, apabila kita terima demikian, lalu apakah perjanjian hutang – piutangnya menjadi prnjanjian yang tidak tertulis, mengingat, bahwa sesuadah jaminan diberikan, anyara debitur dan pihak Bank, tidak dibuat suatu perjanjian pinjam uang lagi.
Mungkin lebih tepat, kslsu perjanjian membuka kredit diterima sebagai perjanjian bersyarat, artinya begitu syarat – syarat dipenuhi terutama uang diserahkan, maka perjanjian kredit tersebut menjadi perjanjian hutang – piutang. Dengan demikian perjanjiannya cukup 1 (satu), yaitu perjanjian membuka kreditur tersebut.
Diatas dikatakan bahwa, penerima kredit baru boleh menarik uang pnjamannya setelah pengikatan atau penguasaan jaina selesai dilaksanakan. “ pengikatan” artainya pemasangan hipotik, sedangkan “penguasaan” diartikan sebagai memberikan kuasa, yaitu kuasa untuk memasang hipotik.
Dalam hal tidak langsung dipasang hipotik, yaitu dalam hal mereka memilih memberikan kuasa untuk memasang hipotik, maka pemberian kuasa seperti itu harus dituangkan dalam suatu akta otentik, yaitu akta notariil ( Pasal 1171 ayat (2) K.U.H. Perdata).
Tahap Kedua, para pihak dapat juag memilih langsung memasang hipotiknya, atau pemegang kuasa (notariil) untuk memasang hipotik, suatu ketika benar – benar melaksanakan pemasangan hipotiknya.
Akta hipotik dibuat dalam bentuk minut, ditandatangani oleh para pihak , saksi, yang dilaksanakan dihadapan pejabat balik nama ( Pasal 3 jo Pasal 24 S. 1933: 48 jo S.1938: 1 tentang pendaftaran kapal) dan minuta akta, secara berurutan dicatat dalam daftar harian, yang ditandatangani oleh para pihak dan pejabat balik nama.
Tahap Ketiga, setelah pelaksanaan akta hipotik, maka selanjutnya dilaksanakan pendaftaran ikatan jaminan hipotik.
Dalam Pasal 5 Peraturan Pendaftaran kapal (S.1933: 48 jo S.1938: 1) ditetapkan, bahwa akta yang bersangkutan harus memuat :
v  Nama, nama depan dan tempat tinggal para pihak secara lengkap,;
v  Menyebutkan surat – surat atas dasar mana mereka berhak membuat akta;
v  Uaraian tentang kapal sesuai dengan Pasal 11, yaitu tentang nama, jenis dan penggunaan kapal, tanggal, nomor, dan tempat pengeluaran surat ukur, tempat dan tahun pembuatan, ukuran besarnya kapal, isi bruto dalam meter kubik dan merek dagang:
v  Harga pembelian atau nilai kapal atau hak atas kapal, atau dalam hal ada hipotik hutang yang dijamin denhan kapal diuraikan dengan huruf besar.
Dalam hal terjadi pembebasan benda tetap ( atau balik nama ), maka pada minut maupun pada grosse surat kepemilikan, dibagian bawah , dibubuhi tanda tangan oleh pejabat balik nama ( Pasal 22 S. 1834: 27) , dengan untuk pembebanan hipotik dibubuhi catatan yang jelas mengenai tanggal dan nomor akta pengikatan jaminan, nama pemegang jaminan jumlah modal yang dipinjam diuraikan dengan huruf, satu dan lain dengan ancaman denda yang sama tiap pelanggaran sebagaimana yang ditetapkan dalam pasal sebelumnya ( Pasal 30 Ordonansi Balik Nama Benda Tetap dan Pendaftaran Hypotheek atas Benda Tetap di Indonesia S. 1934;27).
Untuk semua hipotik tersedia suatu daftar, dalam mana hipotik didaftarkan dibawah nomor yang berurutan, dengan catatan nomor minut adalah sama dengan grosse (Pasal 24 S.1834: 27).
Dalam Pasal 1179, Pasal 1180, Pasal 1181 B.W. jo Pasal 315 K.U.H.D. disebutkan bahwa hipotik lahir pada saat pendaftaran didalam register umum yang disediakan untuk itu. Dengan demikian, karena hipotik lahir pada saat pendaftarannya, maka saat yang dipakai untuk menentukan hak hipotik mana yang lebih tua adalah saat pendaftarannya,. Dalam Pasal 315 K.U.H.D. khusus hipotik atas kapal dikatakan
Tingkat diantara hipotik satu sama lain, ditentukan oleh hari pembukuan. Hipotik – hipotik yang dubukukan pada hari yang sama mempunyai tingkat yang sama pula.
Daftar umum yang memuat pendaftaran tersebut sesuai dengan asas publisitas yang telah disebutkat didepan, yang mana memiliki prinsip terbuka untuk umum, sehingga dapat kita simpulkan, bahwa pihak ketiga baru mempuyai kesempatan untuk mengetahui adanya pembebanan pada kapal yang bersangkutan pada saat atau sesudah pendaftaran tersebut. Atas dasar itu, maka orang menyimpulkan bahwa, bagi para pihak sendiri ( kreditut penerima hipotik dan pemberi hipotik ) hipotik sudah lahir pada saat penandatanganan akta hipotik di depan pejabat balik nama, sedang bagi pihak ketiga hipotik baru ada dan karenanya baru mengikat mereka pada saat pendaftaran.
C.    Dasar Hukum Hipotek Kapal Laut
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hipotek kapal laut dapat dilihat pada peraturan perumdang-undangan dengan berikut ini:[4]
1.      Pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 KUH Perdana, Didalam berbagai ketentuan itu diatur tentang :
a.       Ketentuan-ketentuan umum (Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1178 KUH Perdata);
b.      Pendaftaran hipotek  dan bentuk pendaftaran (Pasal 1179 sampai dengan pasal 1194 KUH Perdata);
c.       Pencoretan pendaftaran (Pasal 1195 sampai dengan Pasal 1197 KUH Perdata);
d.      Akibat hipotek terhadap ketiga yang menguasai barang yang dibebani (Pasal 1198 sampai dengan Pasal 1208 KUH Perdata);
e.       Hapusnya hipotek (Pasal 1209 sampai dengan pPasal 1220 KUH Perdata);
f.       Pegawai-pegawai yang ditugaskan menyimpan hipotek, tanggung jawab mereka dan hal diketahuinya daftar-daftar oleh masyarakat (Pasal 1221 sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata)
Ketentuan tentang hipotek atas tanah kini sudah tidak berlaku lagi, karena telah diganti oleh Undang-Undang Nomor 4 1996 tentang Hak Tanggungan, sedangkan ketentuan yang masih berlaku, hanya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan hipotek kapal laut, yang beratnya 20 m3 ke atas.
2.      Pasal 314 sampai dengan pasal 316 Kitab Undang-Undang Dagang. Pasal 314 KUHD berbunyi “Kapal-kapal Indonesia yang isi kotornya berukuran paling sedikit 20 m3 dapat dibukukan dalam register kapal menurut peraturan, yang akan diberikan dengan Ordonansi tersendiri.” inti pasal ini bahwa kapal yang beratnya 20 m3 ke atas dapat dibukukan. pasal 315 KUHD mengatur tentang urutan tingkat antara hipotek-hipotek. Pasal 315 KUHD berbunyi : “uritan tingkat antara hipotek-hipotek ditentukan oleh hari pendaftaran pada satu hari yang sama, mempunyai tingkat yang sama. “Pasal 316 KUHD mengatur tentang piutang yang diberi hak mendahului atas kapal, Piutang-piutang yang didahulukan itu, antara lain:
a.       Biaya sita lelang
b.      Tagihan nahkoda dan anak buah kapalnya yang timbul dari pperjanjian perburuhan, selama mereka bekerja dalam dinas kapal itu;
c.       Upah pertolongan, uang pandu, biaya rambu dan biaya pelabuhan, dan biaya pelayaran lain-lain; dan
d.      Tagihan karena penubrukan
3.      Artikel 1208 sampai dengan Artikel 1268 NBW Belanda;
4.      Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.
Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran berbunyi :
(1)   Kapal yang telah didaftar dapat dibebani hipotek
(2)   Ketentuan sebagiamana yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah
Peraturan pemerintah tentang penjabaran pasal ini sampai saat ini belum ada, namun didalam penjelasan Undang-Undang nomor 21 Tahun 1992 ditentukan substansi yang diatur dalam peraturan pemerintah tersebut. Hal-hal yang diatur dalam peraturan pemerintah mengenai pembebanan hipotek. Sedangkan pelaksanaan pembebanan hipotek atas kapal dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[5]
D.    Hipotek Sebagai Jaminan Kebendaan
Hipotek sebagai jaminan kebendaan yaitu jaminan  yang objeknya benda milik debitor yang mana diikat secara khusus dan memerlukan pendaftaran, dan  akan menimbulkan hak kebendaan yang sifatnya  mutlak atau zakelijke zekerheidsrechten dan juga bersifat memberikan kedudukan preferen kepada para kreditornya, sehingga hak jaminan kebendaan tersebut  memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan hak jaminan lainnya termasuk juga jaminan perorangan. Timbulnya hak kebendaan harus melalui  perjanjian accessoir yaitu suatu perjanjian tambahan dari perjanjian awal (induknya), dengan kata lain harus diperjanjikan terlebih dulu mengenai benda yang akan dijaminkan secara khusus (Pasal 1132 BW), sebagaimana dikemukakan oleh Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yaitu jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan pada siapa pun, selalu mengikuti bendanya atau droid de suite dan dapat dialihkan.[6]

E.     Subjek Dan Objek Hipotek Kapal Laut
Ada dua pihak yang terkait dalam perjanjian pembebasan hipotek kapal laut, yaitu pemberi hipotek dan penerima hipotek. Pemberi hipotek adalah mereka yang sebagai jaminan memberikan suatu hak kebendaan/zakelijke recht (hipotek), atas bendanya yang tidak bergerak, biasanya mereka mengadakan suatu utang yang terkait pada hipotek, tetapi hipotek atas beban pihak ketiga. Penerima hipotek disebut juga hypotheekbank, hypotheekhaounder, atau hypotheeknemer. Hypotheekhounder  yang meminjamkan uang dibawah ikatan hipotek. Biasanya yang menerima hipotek ini adalah lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank.
Hypotheekbank adalah lembaga kredit dengan jaminan tanah, bank yang khusus memberikan pinjaman uang untuk benda tidak bergerak, kapal laut, kapal terbang dan dari segi lain mengeluarkan surat-surat gadai. Objek hipotek diatur Pasal 1164 KUH Perdata objek hipotek, yaitu :
1.      Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindahtangankan beserta segala perlengkapannya
2.      Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya.
3.      Hak numpang karang dan hak usaha
4.      Bunga tanah, baik yang dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan hasil tanah
5.      Bunga seperti semula
6.      Pasar-pasar yang diakui oleh pemerintah, beserta hak-hak asli merupakan yang melekat padanya.
Yang termasuk bneda-benda tak bergerak adalah hak atas tanah, kapal laut,  dan pesawat terbang. Hak atas tanah terdiri dari hak milik, HGB dan HGU. Sejak berlakunya Undang-Undang no. 4/1996 tentang Hak Tanggungan, maka hipotek atas tanah menjadi tak berlaku lagi, tetapi yang diguankan dalam pembebanan hak atas tanah adalah hak tanggungan. Sedangkan benda tidak bergerak, seperti kapal laut tetap berlaku ketentuan-ketentuan tentang hipotek sebagaimana yang diatur dalam Buku 11 KUH Perdata. Ukuran kapal lautnya 20 m3, sedangkan di 11 KIH Perdata, sedangkan dibawah itu berlaku ketentuan tentang jaminan fidlusia. Benda bawah itu berlaku ketentuan tentang jaminan fidusia. Benda-benda yang tidak dapat dibebani hipotek:[7]
1.      Benda bergerak
2.      Benda dari orang yang belum dewasa
3.      Benda-benda dari orang dibawah pengampunan, dan
F.     Prosedur Dan Syarat-Syarat Pembebanan Hipotek Kapal Laut
Kapal laut tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi laut, namun kapal tersebut dapat dijadikan jaminan hutang. Kapal yang dapat dijadikan jaminan adalah:
1.      Kapal yang sudah didaftar; dan
2.      Dilakukan dengan membuat akta hipotek di tempat mana kapal semula didaftar.
Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan hipotek kapal laut adalah:
1.      Kapal yang dibebani hipotek harus jelas tercantum dalam akta hipotek;
2.      Perjanjian antara kreditur dan debitur ditunjukkan dengan perjanjian kredit (yang merupakan syarat pembuat akta hipotek);
3.      Nilai kredit, yang merupakan nilai keseluruhan yang diterima berdasarkan barang yang dijamin (misalnya tanah, rumah dan kapal);
4.      Nilai hipotek dikhususkan pada nilai kapal (pada bank dilakukan oleh Appresor);
5. Pemasangan hipotek seyogyanya sesuai dengan nilai kapal dan dapat dilakukan dengan mata uang apa saja sesuai peratuaran perundang-undangan yang berlaku.
Prosedur dan syarat-syarat yang dipenuhi dalam pembebanan hipotek adalah sebagai berikut. Prosedur yang ditempuh oleh pemohon adalah mengajukan permohonan kepada pejabat pendaftar dan pejabat balik nama dengan mencantumkan nilai hipotek yang akan dipasang. Sedangkan dokumen-dokumen yang harus dilampirkan kepada pejabat tersebut tergantung kepada para pihak yang menghadap.
Variasi para pihak yang menghadap adalah:
1.      Pemilik kapal (debitur) dan kreditur (bank atau lembaga keuangan lainnya);
2.      Kreditur, yaitu selaku pemilik kapal (debitur) dan selaku kreditur;
3.      Pemilik kapal (penjamin atau bukan kreditur) dan kreditur.
Syarat bagi pemilik kapal (debitur) dan kreditur (bank atau lembaga keuangan lainnya) yang menghadap kepada pejabat yang berwenang adalah:
1.      Grosse akta pendaftaran atau balik nama;
2.      Perjanjian kredit.
Syarat bagi kreditur, yaitu selaku pemilik kapal (debitur) dan selaku kreditur adalah:
1.      Akta surat kuasa memasang hipotek;
2.      Grosse akta pendaftaran atau balik nama; dan
3.      Perjanjian kredit.
Syarat bagi pemilik kapal (penjamin atau bukan debitur) dan kreditur adalah:
1.      Akta surat kuasa memasang hipotek;
2.      Grosse akta pendaftaran atau balik nama;
3.      Perjanjian kredit.[8]
Ketiga syarat itu dijelaskan secara singkat berikut ini:
1.      Akta Surat Kuasa Memasang Hipotek
Surat kuasa memasang hipotek merupakan serat kuasa yang dibuat di muka atau di hadapan notarais. Surat kuasa ini dibuat antara pemilik kapal dengan orang yang ditunjuk untuk itu. Substansi atau isi surat kuasa ini adalah bahwa pemilik kapal memberikan kuasa kepada orang yang ditunjuk untuk mengurus kepentingannya. Kepentingan dari pemilik kapal adalah dalam rangka pembebanan hipotek kapal laut. Latar belakang adanya surat kuasa  ini karena pemilik kapal tidak dapat mengurusnya secara langsung, sehingga yang bersangkutan menunjuk seorang kuasa untuk kepentingannya.
2.      Grosse Akta Pendaftaran Atau Balik Nama
Pada dasarnya, tidak semua kapal dapat dijaminkan dengan hipotek kapal laut. Syarat kapal yang dapat dijadikan jaminan hipotek adalah kapal yang telah didaftar pada pejabat yang berwenang. Pejabat yang berwenang untuk mengeluarkan akta pendaftaran kapal laut adalah pejabat pendaftar dan pencatat balik nama. Pejabat yang ditunjuk untuk itu adalah syahbandar.
Tujuan atau manfaat kapal didaftar adalah:
a.       Untuk memperoleh surat tanda kebangsaan kapal (STKK). Dengan adanya STKK maka kapal dapat berlayar dengan mengibarkan bendera kebangsaannya, dengan demikian kedaulatan negara bendera berlaku secara penuh di atas kapal tersebut dan orang yang berada di atas kapal harus tunduk kepada peraturan-peraturan dari negara bendera;
b.      Status hukum pemilikan kapal menjadi jelas;
c.       Dapat dipasang atau dibebani hipotek.
Syarat kapal yang didaftar di Indonesia adalah:
a.       Kapal dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 m3 atau dengan yang dinilai sama dengan itu;
b.      Dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (Pasal 46 ayat (2) UU No. 21 Th. 1992 tentang pelayaran).
Dokumen-dokumen yang harus dilengkapi untuk pendaftaran kapal laut adalah:
a.       Mengajukan surat permohonan kepada pejabat pendaftar;
b.      Bukti kepemilikan kapal;
c.       Identitas pemilik;
d.      Surat ukur (sementara atau tetap);
e.       Bukti pelunasan BBN;
f.       Delection certificate, khusus untuk kapal yang pernah didaftarkan di luar negeri (Direktorat Jendral Perhubungan Laut, 1996:9).
Apabila dokumen-dokumen itu telah dilengkapi oleh pemohon, maka pejabat pendaftar membuatkan menurut akta dan grosse akta pendaftaran kapal. Menurut akta kapal (akta asli) ditandatangani oleh penghadap, pejabat pendaftar dan pencatat nama kapal. Setelah ditandatangani, diberi nomor dan tanggal. Penomoran dilakukan secara berurutan (angka yang berlanjut) sesuai dengan urutan penanda tangan sampai dengan 9999 dan kemudian kembali ke angka nomor 1. Sedangkan grosse akta, yaitu salinan dari minut akta, yang hanya ditandatangani oleh pegawai pembantu untuk pendaftaran dan balik nama kapal. Bila pegawai pembatu ini berhalangan, dapat ditandatangani oleh pejabat pendaftar. Grosse akta ini diberikan kepada pemilik setelah tanda pendaftaran dipasang, sebagai bukti kapal telah didaftar dan berfungsi pula sebagai bukti hak milik kapal (BHMK), di samping bukti-bukti surat lain (surat jual beli, surat keterangan tukang, surat hibah, dan lain-lain). Tanda pendaftaran disusun sebagai berikut : 1996 Ba No. 13/L. Artinya:
1996         : Adalah tahun saat dilakukan pendaftaran
Ba             : Adalah kode pengukuran dari tempat pendaftaran
13             : Nomor pendaftaran
L               : Kategori kapal.
L : Untnuk kapal laut
N : Untuk kapal nelayan
P : Untuk kapal pedalaman
Bagi kapal-kapal yang telah dibeli, baik dari pemilik asing maupun pemilik dalam negeri, maka pembeli harus membuatkan akta balik nama. Akta balik nama merupakan akta untuk peralihan nama dari pemilik lama kepada pemilik baru. Pejabat yang berwenang untuk membuat akta balik nama adalah pejabat pendaftar dan pencatat balik nama. Permohonan akta balik nama dilampiri dengan:
a.       Asli grosse akta pendaftaran;
b.      Bukti pemilikan: akta pengalihan hak milik (akta jual beli, akta hibah, dll);
c.       Identitas pemilik;
d.      Surat ukur;
e.       Bukti pelunasan bea balik nama (BBN).
Berdasarkan permohonan dan persyaratan tersebut, maka pejabat pendaftar dan pencatat balik nama menerbitkan akta balik nama. Akta ini dibagi manjadi 2 (dua) macam, yaitu minut akta balik nama dan grosse akta balik nama kapal. Minut akta balik nama kapal ditandatangani oleh penghadap dan pejabat pendaftar dan pencatat balik nama. Sedangkan grosse akta balik nama ditandatangani oleh pegawai pembantu untuk pendaftaran dan balik nama kapal. Grosse akta balik nama ini diserahkan kepada pemilik kapal.
3.      Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang dibuat antara bank dengan pemilik kapal (debitur). Bentuk perjanjiannya adalah tertulis. Isi dan syarat-syaratnya telah ditentukan secara sepihak oleh pihak bank. Hal-hal yang kosong dalam perjanjian kredit adalah mengenai nama nasabah, alamat, besarnya pinjaman, suku bunganya, dan jangka waktunya. Sedangkan syarat-syaratnya telah dituangkan dalam bentuk standar (form) atau yang sudah dibakukan. Hondius mengemukakan bahwa syarat-syarat baku adalah: ”Syarat-syarat konsep tertulis yang dimuat dalam beberapa perjanjian yang masih akan dibuat, yang jumlanya tidak tentu, tanpa membicarakan isinya lebih dahulu”. Inti dari perjanjian baku menurut Hondius adalah, bahwa isi perjanjian itu tanpa dibicarakan dengan pihak lainnya, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya.[9]
Mariam Darusbadrulzaman mengemukakan bahwa standar kontrak merupakan perjanjian yang telah dibakukan. Selanjutnya Mariam Darusbadrulzaman mengemukakan ciri-ciri perjanjian baku adalah sebagai berikut:
a.       Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi ekonominya kuat.
b.      Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi perjanjian.
c.       Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu.
d.      Bentuk tertentu (tertulis).
e.       Dipersiapkan secara masal dan kolektif.[10]
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa hakikat dari perjanjian baku merupakan perjanjian yang telah distandarisasi isinya oleh pihak ekonomi kuat, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya. Apabila debitur menerima isinya perjanjiannya, maka ia menandatangani perjanjian tersebut, tetapi apabila ia menolak, maka perjanjian itu dianggap tidak ada, karena debitur tidak menandatangani perjanjian tersebut. Dalam praktiknya, seringkali debitur yang membutuhkan uang hanya menandatangani perjanjian tersebut tanpa dibacakan isinya. Tetapi isi perjanjian baru dipersoalkan oleh debitur pada saat debitur tidak mampu melaksanakan prestasinya, karena kreditur tidak hanya membebani debitur membayar pokok disertai bunga, tetapi ia juga membebani debitur dengan membayar denda keterlambatan atas bunga sebesar 50% dari besarnya bungan yang dibayar setiap bulannya. Sehingga hutang yang harus dibayar oleh debitur sangant tinggi. Kreditur berpendapat, bahwa penerapan denda keterlambatan itu karena di dalam standar kontrak telah ditentukan dan diatur secara jelas dan rinci. Sehingga tidak ada alasan bagi debitur untuk menolak pemenuhan denda keterlambatan tersebut. Karena itu, debitur harus membayar pokok, bunga berserta denda keterlambatannya.
Mariam Darusbadrulzaman membagi jenis perjanjian baku menjadi 4 (empat) jenis, yaitu:[11]
1.      Perjanjian baku sepihak;
2.      Perjanjian baku timbal balik;
3.      Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah; dan
4.      Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokad.
G.    Sifat Perjanjian Hipotek Kapal Laut
Pada prinsipnya, sifat perjanjian dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accessoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank. Sedangkan perjanjian accessoir merupakan perjanjian tambahan. Perjanjian pembebanan hipotek kapal laut merupakan perjanjian accessoir atau tambahan. Keberadaan perjanjian hipotek kapal ini adalah tergantung pada perjanjian pokoknya.[12]
H.    Hak dan Kewajiban antara Pemberi dan Penerima Hipotek
Hak dan kewajiban antara pemberi dan penerima hipotek kapal laut, maka sejak saat itulah timbul akibat bagi kedua belah pihak. Akibat hukum itu timbul hak dan kewajiban. Hak pemberi hipotik :
1.    Tetap menguasai bendanya.
2.    Mempergunakan bendanya.
3.    Melakukan tindakan penguasaan asal tidak merugikan pemegang hipotek.
4.    Berhak menerima uang pinjaman.
Kewajiban pemegang hipotek:
1.    Membayar pokok beserta bunga pinjaman uang dari jaminan hipotek.
2.    Membayar denda atas keterlambatan melakukan pembayaran pokok pinjaman dan bunga.
Hak pemegang hipotek:
1.    Memperoleh penggantian daripadanya untuk pelunasan piutangnya (vershaals-recht) jika debitur wanprestasi.
2.    Memindahkan piutangnya, karena hipotek bersifat accessoir, maka dengan berpindahnya hutang pokok maka hipotek ikut berpindah.[13]
I.       Jangka Waktu Berlakunya Hipotek Laut
Jangka waktu berlakunya hipotek kapal laut tergantung pada susbstansi perjanjian pokok atau perjanjian kredit yang dibuat acara debitur (pemilik kapal/kuasanya) dengan bank (kreditur). Menurut jangka waktu, perjanjian kredit dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu kredit jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang ( UU Noor 7 Tahun 1992 Jo. UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan).
Kredit jangka pendek (short term loan), yaitu kredit yang berjangka waktu maksimum 1 tahun. Termasuk dalam kredit jangka pendek untuk tanaman musiman yang berjangka waktu lebih dari 1 tahun. Kredit jangka menengah (medium term loan) yakni kredit yang berjangka waktu 1 sampai 3 tahun, kecuali untuk kredit tanaman musiman sebagaimana disebutkan di atas. Kredit modal kerja dapat diberikan oleh bank untuk membiayai kegiatan –kegiatannya , misalnya untuk membeli bahan baku, upah buruh, dan suku cadang (spare part) serta lainnya. Kredit jangka panjang (long term loan), yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun. Kredit yang berjangka panjang ini pada umumnya adalah kredit investasi yang bertujuan menambah modal perusahaan dalam rangka untuk melakukan rehabilitasi, ekspansi (perluasan), dan pendirian proyek-proyek baru.
Berdasarkan penggolongan ini, maka jelaslah bahwa perjanjian kredit dengan menggunakan hipotek kapal laut, adalah kredit yang jangka waktunya 3 tahun ke atas. Karena untuk membiayai  sebuah kapal atau biaya rehabilitasinya memerlukan biaya yang besar. Sehingga para nasabah ini memilih kredit  yang jangka waktunya panjang, yaitu 3 tahun keatas.[14]
J.      Hapusnya Hipotek Kapal Laut
Hapusnya hipotek kapal laut adalah tidak berlaku lagi hipotek yang dibebankan atas kapal laut. Di dalam Pasal 1209 KUH Perdata diatur tentang hapusnya hipotek. Hapusnya hipotek karena 3 hal, yaitu :
1.      Hapusnya perikatan pokok;
2.      Pelepasan hipotek itu oleh kreditur, dan
3.      Pengaturan urutan tingkat oleh pengadilan.
Di dalam 3.4.1.2 NBW diatur juga tentang hapusnya hipotek. Hapusnya hipotek menurut ketentuan ini adalah karena :
1.      Hapusnya hak menjadi landasan lahirnya hak terbatas;
2.      Jangka waktunya berakhir atau telah terpenuhinya syarat batal;
3.      Dilepaskan dengan sukarela oleh yang mempunyai hak;
4.      Dihentikan sebelum jangka waktu berakhir, bila kewenangan itu diberikan haknya kepada pemegang hak terbatas atau kepada keduanya;
5.      Karena pencampuran.[15]
Kelima hal itu dijelaskan berikut ini.
1.      Hapusnya hak  menjadi landasan lahirnya hak terbatas
Sebagaimana kita ketahui, bahwa menjadi dasar lahirnya hipotek kapal laut adalah karena adanya perjanjian pokok, yaitu perjanjian pinjam meinjam uang atau kredit antara pemberi hipotek dengan penerima hipotek. Kredit menurut jangka waktunya dibagi menjadi 3 macam yaitu kredit jangka pendek, jangka  menengah dan jangkaa panjang. Berkahirnya perjanjian kredit yang dibuat antara kreditur dengan debitur karena dilakukannya pembayaran kredit oleh debitur. Apabila debitur telah melunasi kreditnya sesuai dengan  jangka waktunya, maka jaminan hipotek kapal lautnya dapat dilakukan pencoretan (roya) pada pejabat yang berwenang untuk itu. Dan berkahirnya kredit tersebut, maka hipotek kapal laut ikut berakhir atau hapus bersamaan dengan hapusnya perjanjian pokok.
2.      Jangka waktunya berakhir atau telah terpenuhinya syarat batal
Lahirnya pembebanan hipotek kapal laut didasarkan pada perjanjian kredit yang dibuat oleh para pihak. Dan berakhirnya tergantung pada perjanjian pokok. Dalam perjanjian kredit telah ditentukan tanggal mulainya kredit dan tanggal berakhirnya kredit tersebut, misalnya berakhirnya kredittanggal 10 April 2004, maka demi hukum, kredit tidak perlu memberitahukan kepada debitur bahwa jangka waktu kredit sudah berakhir. Dengan berkhirnya jangkka waktu, maka berakhirnya hipotek kapal tersebut.
3.      Dilepaskan dengan sukarela oleh yang mempunyai hak
Yang dimaksud dengan yang dilespasnya dengan sukarela oleh mempunyai hak adalah bahwa hipotek kapal laut itu dilepaskan atas kehendak sendiri dari pemberi hipotek maupun penerima hipotek atas hipotek kapal laut tersebut.
4.      Dihentikan sebelum jangka waktunya berkhir
Pada dasarnya, perjanjian kredit dengan perjanjian hipotek kapal teelah ditentukan jangka waktu dalam perjanjian kredit yang dibuat antara debitur dengan kreditur. Namun, sebelum jangka waktunya berkhir, salah satu pihak dapat menghentikan pembebanan hipotek kapal laut, dengan alas an pihak debitur telah melaksanakan prestasinya, berupa pelunasan kredit sebelum berkhirnya jangka waktu kredit.
5.      Pencampuran
Pencampuran hutang diatur dalam pasal 1436 KUH Perdata sampai dengan pasal 1437 KUH Perdata. Di dalam NBW (BW Baru) negeri Belanda, pencampuran hutan diatur dalam pasal 1472 NBW. Pencampuran hutang aadalah pencampuran kedudukan sebagi orang yang berhutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu (Pasal 1436 KUH Perdata). Ada dua cara terjadinya pencampuran hutang :
a.       Dengan jalan penerusan hak dengan alas an hak umum. Misalnya kreditur meninggal dunia dan meninggalkan satu-satunya ahli waris, yaitu debitur. Ini berarti bahwa dengan meninggalnya kreditur, maka kedudukannya debitur menjadi kreditur.
b.      Dengan jalan penerusan hak di bawah alas hak khusus, misalnya pada jual beli antara legaat (Warisan).
Pada umumnya pencampuran hutang terjadi pada bentuk-bentuk debitur menjadi ahli waris dari kreditur.[16]
K.    Pencoretan (Roya) Akta Hipotek Kapal Laut
Roya atas akta hipotek kapal laut erat kaitannya dengan pelunasan kredit oleh debitur. Apabila kredit sudah dibayar/lunas, kreditur (bank atau lembaga keuangan non bank) mengajukan surat permohonan untuk dilakukan roya kepada pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang menerbitkan akta hipotek tersebut. Misalnya, yang menerbitkan akta hipotek tersebut adalah pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang berkedudukan di Mataram, maka tempat royanya pun pada pejabat pendaftar dan pencatat balik nama kapal yang berkedudukan di Mataram. Surat permohonan tersebut harus dilampirkan dengan grosse akta hipotek asli. Pelaksanaan Roya adalah :
1.      Membuat catatan roya pada grosse akte hipotek asli; dan
2.      Membuat catatan roya pada daftar induk.
Bunyi catatan roya pada grosse akte hipotek asli adalah kredit yang telah dijamin dengan kapal laut telah dibayar lunas oleh debitur.[17]

DAFTAR PUSTAKA
Salim HS. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. 2014. Cet. Ke-VIII. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
J.Satrio. Hukum Jaminan dan Hak – Hak Jaminan Kebendaan. 2002. Bandumg: PT Citra Aditya Bakti.
http://zfadly.blogspot.co.id/2012/04/hipotek-kapal-laut.html diakses pada hari sabtu 07 November 2015.
Badrulzaman, Mariam Darus. Bab-Bab Tentang Hypotheck. 1991. Cet. IV. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Sofyan, Sri Soedewi Masjchoen. Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum dan Jaminan Perorangan. 1980. Jakarta: BPHN Departemen Kehakiman RI.


[1] Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Cet. Ke-VIII, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), hal., 195
[2]J. Satrio, Hukum Jaminan dan Hak – Hak Jaminan Kebendaan, (Bandumg: PT Citra Aditya Bakti, 2002), hal 214
[3] Ibid. J. Satrio,…hal., 215
[4]Op.cit, Salim HS, Perkembangan Hukum…. hal., 198
[5]Op.cit, Salim HS, Perkembangan Hukum…. hal., 200
[6]Sri Soedewi Masjchoen Sofyan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum dan Jaminan Perorangan, (Jakarta: BPHN Departemen Kehakiman RI, 1980), hal., 46-47
[7]Op.cit, Salim HS, Perkembangan Hukum…. hal., 201
[8]Op.cit, Salim HS, Perkembangan Hukum…. hal., 202-203
[9]http://zfadly.blogspot.co.id/2012/04/hipotek-kapal-laut.html diakses pada hari sabtu 07 November 2015.
[10]Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Hypotheck, Cet., IV, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), hal., 105
[11]Ibid, Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Hypotheck,.. hal., 107
[12]Op.cit, Salim HS, Perkembangan Hukum…. hal., 211
[13]Diakses, http://zfadly.blogspot.co.id/2012/04/hipotek-kapal-laut.html pada hari sabtu 07 November 2015.
[14]Op.cit, Salim HS, Perkembangan Hukum…. hal., 212-213
[15]Op.cit, Salim HS, Perkembangan Hukum…. hal., 213-215
[16]Diakses, http://zfadly.blogspot.co.id/2012/04/hipotek-kapal-laut.html pada hari sabtu 07 November 2015.
[17]Op.cit, Salim HS, Perkembangan Hukum…. hal.,  216

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAGANG (Kepailitan)

Sebuah catatan: Pengabdian di Perbatasan Negeri Jiran

SEPEDA TURANGGA, SOEHARTO DAN BUDAYA BERSEPEDA DULU HINGGA SEKARANG